Bagaimana Perhitungan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Pekerja?

Tunjangan Hari Raya (“THR”) merupakan pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang dan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan. [1] Pembayaran tersebut berupa uang atau bentuk lain. Dengan syarat nilai dari bentuk lain tersebut tidak boleh melebihi 25% dari nilai THR yang seharusnya diterima.[2]
Baik itu Pekerja Tetap maupun Pekerja Kontrak berhak atas THR apabila telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih. Apabila dalam jangka waktu 30 hari menjelang jatuh temponya hari raya keagamaan terjadi PHK terhadap Pekerja Tetap, maka pekerja tersebut berhak untuk menerima THR.[3]
Sedangkan bagi Pekerja Kontrak, apabila PKWT berakhir sebelum jatuh temponya hari raya keagamaan, maka pekerja tersebut sama sekali tidak berhak atas THR. Dengan demikian, Pekerja Kontrak hanya berhak atas THR apabila masih dalam hubungan kerja dengan pengusaha pada saat hari raya keagamaan. Adapun bersarnya THR yang diterima pekerja dapat berpedoman pada yang mengatur sebagai berikut:[4]
MASA KERJA | PERHITUNGAN THR |
>12 bulan secara terus menerus | 1 bulan upah |
> 1 bulan dan < 12 bulan | masa kerja (x) 1 bulan upah (÷) 12 |
Patut
untuk dicatat, apabila penetapan
besarnya nilai THR menurut ketentuan Perjanjian Kerja, PP, PKB atau kebiasaan
yang telah dilakukan ternyata lebih besar/lebih baik dari nilai THR dalam
rumusan di atas, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja sesuai
ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Kerja, PP, PKB ataupun kebiasaan tersebut.
[1] Permenaker No. 6 Tahun 2016, Pasal 2 ayat (1).
[2] Indonesia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan, Permenaker No. 6 Tahun 2016, Tanggal 8 Maret 2016. BNRI 375, Pasal 1 angka 1 danPasal 5 ayat (4).
[3] Pasal 7 Permen 6/2016
[4] Pasal 3 Permen 6/2016